KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gas menjadi salah satu energi andalan sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia. Gas dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) alias gas alam cair juga menjadi penopang pembangkit listrik nasional.
Demi melancarkan distribusi dari sumber LNG maka dibutuhkan kapal sebagai pengangkut LNG ke pembangkit listrik di Indonesia. Hal tersebut jadi indikator bahwa kebutuhan kapal LNG sangat dibutuhkan dalam kelancaran dan efisiensi distribusi LNG.
Beruntungnya di Indonesia ada PT GTS Internasional (GTSI) telah memiliki pengalaman sejak tahun 1986 berpartisipasi dalam pengangkutan LNG, manajemen kapal, dan operasi pengangkut LNG di Indonesia.
Dandun Widodo, Direktur GTSI, mengatakan saat ini, GTSI memiliki dan mengoperasikan dua kapal LNG yakni Ekaputra 1 dan Triputra serta 2 FSRU yaitu FSRU Amurang dan FSRU Jawa Satu.
LNGC Ekaputra 1 tersedia dengan kapasitas daya angkut yang besar, LNGC Triputra melayani angkutan LNG dari Bontang ke FSRU Benoa Bali dan FSRU Amurang, Sulawesi Utara.
“Kami punya kapal yang mendukung kebutuhan PLN di Indonesia. Kami harapkan seiring dengan transisi penggunaan energi LNG di Indonesia maka GTSI bisa ikut berkontribusi,” kata Dandun.
Tak berhenti sampai bisnis transportasi, GTSI sedang dalam tahap membangun ekosistem rantai pasokan LNG yang akan memberikan sinergi terhadap keberlangsungan usaha Perseroan. GTSI berencana membangun permanent FRSU (Floating Storage and Regasification Unit) untuk Sulawesi bagian Utara.
FSRU yang akan dioperasikan oleh anak usahanya yakni PT Anoa Sulawesi Regas sebagai bagian dari ekspansi. FSRU memiliki peranan penting dalam memotong waktu pengadaan logistik LNG dibandingkan membangun tangki penyimpanan dan regasifikasi di darat.
“Diharapkan dengan adanya pembangunan ini, PLN Sulawesi Utara mampu melakukan penghematan yang signifikan," katanya.
Demi melancarkan rencana tersebut, PT GTS Internasional Tbk masuk ke pasar modal dengan menggelar penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Bertindak sebagai penjamin tunggal pelaksana emisi saham (Sole Underwriter) dalam rangka pelaksanaan IPO tersebut adalah PT Reliance Sekuritas Indonesia.
Emiten ini menawarkan sebanyak-banyaknya 2,4 miliar saham atau setara 15,7% saham dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
Pembangunan FSRU permanen ini akan dimulai pada kuartal IV-2021. Kebutuhan dana total diperkirakan memakan biaya US$ 55 juta atau Rp 790 miliar. GTSI tidak menutup kemungkinan memilih opsi pendanaan lain untuk pembangunan FSRU itu. Sisa dana IPO sebesar 20% untuk modal kerja GTSI. Adapun 16% lainnya digunakan untuk penyertaan modal kepada Anoa.
Adapun harga yang ditetapkan sebesar Rp 100, dengan demikian dana segar yang diperoleh bisa mencapai Rp 240 miliar. GTSI akan menggunakan dana hasil hajatan ini untuk pinjaman kepada Anoa.
Fundamental Bisnis Kuat
Selain keberhasilan, perusahaan di bawah Grup Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) ini juga mempertahankan kinerjanya di tengah tantangan pandemi. Dalam prospektusnya GTSI memiliki tingkat Operating Profit Margin(OPM) dan Net Profit Margin (NPM) di tahun 2020 sebesar 54.1% dan 51.8%.
Dalam prospektus, perusahaan menyatakan membukukan pendapatan usaha pada tahun lalu sebesar US$31,329 juta. Sedangkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar US$13,3 juta.
Pada akhir tahun lalu, dan total aset perseroan mencapai US$102,69 juta atau sekitar Rp1,4 triliun hingga Rp1,5 triliun.
Berdasarkan report IPO Reliance Sekuritas, GTSI memiliki kepastian yang tinggi dari sisi kemampuan pembukuan pendapatan di masa yang akan datang, sebab kontrak pendapatan GTSI didominasi oleh time charter dengan durasi kontrak rata – rata 7 – 10 tahun.
“Prospek bisnis GTSI kedepan masih akan positif karena gas merupakan energi masa depan yang ramah lingkungan, terlebih pemerintah juga mulai berupaya mengurangi impor bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang dan mengutamakan bahan bakar bersih dan juga murah,” kata Dandun.
Saat ini, GTSI bukan hanya jasa angkutan laut, namun juga menyediakan jasa manajemen kapal dan fokus pada pengembangan jaringan usaha logistik LNG dan ekosistem bisnisnya dengan mengkonversi penggunaan LNG sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Kontrak jangka panjang berkisar antara 15 tahun menghasilkanpendapatan masa depan yang berkelanjutan.
Dalam menghadapi tantangan penyaluran gas bumi ke lokasi pembangkit listrik serta pengguna akhir lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia dan tidak terhubung dengan jaringan pipa gas, GTSI melakukan penyaluran LNG melalui alat transportasi laut, dengan tetap menjaga efisiensi biaya.
Prospek Cerah
Pemerintah semakin memperketat penggunaan kapal asing untuk kegiatan di dalam negeri. Penerapan asas cabotage di industri pelayaran dinilai telah berdampak positif bagi Indonesia. Asas cabotage menegaskan pengangkutan barang atau penumpang antara dua tempat di negara yang sama dilakukan oleh operator angkutan laut dalam negeri.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan sudah seharusnya kapal pengangkutan LNG juga harus didominasi oleh kapal milik dalam negeri.
“Jasa pengangkutan LNG sangat besar potensinya. Diharapkan nantinya Pertamina dan juga PLN juga akan terus bermitra dengan kapal dari Indonesia,” kata Siswanto.
Ia menilai dalam pengangkutan LNG, permodalan perusahaan penting. Namun ada yang lebih penting lagi yakni reputasi perusahaan.
“Antara pengirim dan penerima membutuhkan perusahaan yang kredibel dalam jasa pengangkutannya,” kata Siswanto.
Siswanto pun berharap dengan adanya perusahaan GTSI yang masuk ke pasar modal akan dapat menjadi indikator perusahaan kapal Indonesia yang sehat. Terlebih GTSI sudah memiliki keunggulan teknis dan rekam jejak yang solid baik secara domestik maupun internasional di industri LNG selama lebih dari 30 tahun. Serta memiliki tim manajemen yang berpengalaman bermitra dengan mitra strategis baik lokal maupun internasional.
Ia pun menilai langkah GTSI masuk ke bisnis FSRU sudah tepat sebab bisnis ini terbilang menguntungkan dan rendah risiko. FSRU di Indonesia dapat dikatakan cukup penting, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dan sebaran produsen serta konsumen gasnya berada di lokasi yang berbeda.
“Saya juga berharap pemerintah kedepannya membuat regulasi kemaritiman yang terpadu sehingga perusahaan kapal dalam negeri bisa ikut berkembang,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor: Ridwal Prima Gozal