KONTAN.CO.ID - Pengembangan energi terbarukan di Indonesia membutuhkan kolaborasi. Pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan pihak lain, termasuk mitra berpengalaman dalam energi terbarukan. Di sisi lain, pemanfaatan area-area potensial di daerah, termasuk Danau Singkarak, Sumatera Barat, bakal meningkatkan realisasi energi terbarukan di daerah sekaligus nasional.
Sama seperti sejumlah negara lain di dunia, Indonesia, sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah, lama bergantung pada energi fosil. Kini, seiring arah transisi ke arah energi rendah emisi, pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan terus direncanakan guna menekan emisi gas rumah kaca. Dalam menghadapi tantangan teknologi dan pendanaan, kerja sama dengan perusahaan energi global menjadi krusial.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, aspek teknologi menjadi yang terpenting karena untuk pendanaan relatif lebih banyak opsi. Untuk pengembangan panel surya dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), misalnya, kemitraan dengan perusahaan tingkat global yang sudah malang melintang dalam energi terbarukan menjadi kebutuhan. Itu antara lain agar rantai pasok menjadi lebih pasti.
”Sebab, mereka (perusahaan global) bermain sudah (skala kapasitas) gigawatt, bukan megawatt lagi. Kalau diibaratkan klub bola, mereka sudah biasa bermain di liga utama. Karena itu, kemitraan Indonesia dan PLN dengan mereka akan menghadirkan pengalaman sekaligus ilmu teknis dan nonteknis. Termasuk juga sudah terbiasa dalam hal pembiayaan,” ujar Komaidi, Rabu (7/8/2024), di Jakarta.
Saat ini, PLTS terapung menjadi salah satu energi terbarukan yang didorong. Menurut Komaidi, dari sisi tata guna lahan, PLTS terapung menjadi terobosan karena pembebasan lahan relatif tak diperlukan. Namun, pengembangan ke depan, jika semakin masif, perlu ada kajian matang dan mendalam. Misalnya, terkait apakah akan mengubah ekosistem waduk ataupun pembangkit listrik tenaga air yang ada di waduk atau danau itu.
Di sisi lain, pemanfaatan waduk, bendungan, dan danau di Indonesia juga penting bagi realisasi energi terbarukan di daerah. ”Karena itu, sinergi pemerintah pusat dan daerah, serta koordinasi Bappenas serta Bappeda penting,” kata Komaidi.
Pengembangan energi terbarukan oleh PLN tak terlepas dari upaya mendukung pengembangan energi terbarukan nasional. PLTS, termasuk PLTS terapung, pun menjadi salah satu jenis energi terbarukan yang paling potensial.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah mengupayakan pemasangan solar photovoltaic (PV) atau panel surya, termasuk memanfaatkan permukaan air danau dan laut tenang. Pengembangan diprioritaskan PLTS terapung berkapasitas di atas 10 megawatt (MW) dengan mempertimbangkan kelayakan finansial.
”Indonesia memiliki potensi energi terbarukan besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran energi terbarukan,” ujar Arifin saat temu media di Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Ia menambahkan, dengan pemanfaatan panel surya terapung pada beberapa bendungan di Indonesia, penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan dapat terus dipacu. Adapun tiga proyek yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 ialah Danau Singkarak (90 MW) di Sumatera Barat, Waduk Saguling (60 MW) di Jawa Barat, dan Danau Lampung (100 MW) di Lampung.
PLTS Terapung Singkarak
PLTS Terapung Singkarak, yang memanfaatkan permukaan perairan Danau Singkarak, Sumbar, merupakan hasil kerja sama PT PLN Indonesia Power dengan perusahaan pembangkitan asal Arab Saudi, ACWA Power. Pembangkit listrik itu memiliki kapasitas 76 megawatt-peak (MWp)/50 MWac dengan perkiraan produksi energi sebesar 108 gigawatt jam (GWh) per tahun.
Manajer Generation Business Development III PLN Indonesia Power (IP) Adi Hirlan Effendi menuturkan, inisiasi pengembangan PLTS Terapung Singkarak dimulai pada 2019 dan dilanjutkan studi kelayakan tahun 2020. PLN lalu menugaskan IP melaksanakan proyek itu sesuai kuota PLTS tersebar 50 MW pada RUPTL PLN 2021-2030.
”Proses pemilihan mitra strategis untuk PLTS Terapung Singkarak oleh IP dengan ACWA Power sebagai preferred bidder terpilih. Pemilihan ini telah mendapat persetujuan dari pemegang saham melalui keputusan rapat umum pemegang saham PLN IP pada Oktober 2022,” kata Adi.
Adi menambahkan, proses pengadaan PLTS Terapung Singkarak dimulai pada Oktober 2022, sedangkan penandatanganan letter of intent (LoI) dilakukan antara PT PLN (Persero) dan ACWA Power pada Desember 2023. Saat ini tengah dalam finalisasi dokumen-dokumen untuk penandatanganan perjanjian jual-beli listrik atau power purchase agreement (PPA).
Mengutip laman ACWA Power, perusahaan itu kini memiliki sedikitnya 90 aset pembangkit listrik serta fasilitas desalinasi air, baik dalam tahap operasi, konstruksi, maupun pengembangan di 13 negara berbeda. Total investasi ACWA Power yakni 94 miliar dollar AS untuk menghasilkan listrik sebesar 65,6 GW serta memproduksi 8 juta meter kubik air desalinasi per hari. Diharapkan ada transfer pengetahuan dari ACWA Power untuk sumber daya manusia Indonesia.
Nantinya, kata Adi, PLTS Terapung Singkarak akan dibangun dan dioperasikan oleh PT Indo ACWA Tenaga Singkarak, yang dibentuk IP (59 persen) dan ACWA Power (41 persen). Adapun biaya investasi proyek tersebut direncanakan sebesar 57 juta dollar AS atau sekitar Rp 923 miliar.
”Saat ini juga tengah dilakukan proses perizinan, lahan, dan pengadaan kontraktor. Konstruksi diharapkan dimulai pada pertengahan 2025. Sementara estimasi pekerjaan konstruksi ialah 18 bulan dengan target operasi komersial pada Desember 2026,” ujarnya.
Di samping itu, PLTS Terapung Singkarak, yang terletak di Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, akan melengkapi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Singkarak, yang beroperasi sejak 1998. Adi menuturkan, keduanya akan mendukung program dalam meningkatkan energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Di samping itu, juga sebagai penguatan sistem kelistrikan di wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Tantangan
Menurut Adi, ada sejumlah tantangan dalam pengembangan PLTS Terapung Singkarak, mulai dari biaya investasi yang tinggi hingga isu sosial yang ada di wilayah danau alami. ”Juga isu lahan yang sebagian (berupa) kepemilikan lahan ulayat. Tantangan lainnya yakni kompleksitas teknis saat konstruksi dan pemeliharaan serta regulasi khusus untuk pemanfaatan genangan air pada danau alami,” katanya.
Adi menuturkan, dalam proyek PLTS Terapung Singkarak, dilakukan sosialisasi kepada masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan. Itu guna memperoleh kesepakatan dan persetujuan pembangunan pembangkit listrik tersebut dari masyarakat terdampak.
”Di samping mempertimbangkan aspek teknis, kami juga mempertimbangkan isu sosial kemasyarakatan dan lingkungan terdampak. Kami juga melakukan integrasi dengan instansi pemerintah terkait dengan program yang akan dilakukan untuk pemberdayaan kegiatan nelayan di wilayah Danau Singkarak,” ujar Adi.
Salah satu tantangan terkait isu sosial yakni adanya penentangan dari sebagian masyarakat selingkar Danau Singkarak. Ketua Badan Pengelola Kawasan Danau Singkarak (BPKDS) Jasman, dihubungi dari Jakarta, menyampaikan, kekhawatiran warga akan PLTS Terapung Singkarak berkait dengan potensi terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat, yakni menangkap ikan bilih di Danau Singkarak.
Jasman mengaku tidak tahu jumlah persis nelayan di Danau Singkarak. ”Namun, yang jelas, ada 13 nagari (desa) di sekeliling Danau Singkarak, masing-masing ada sekitar 200 keluarga yang menggantungkan hidup di danau itu. Jadi, sedikitnya 2.600 keluarga. Nelayan utamanya menangkap ikan bilih yang merupakan ikan endemik. Sekarang pun sudah sulit, paling tiga bulan sekali yang dapat banyak. Kami khawatir, makin sulit dengan adanya PLTS terapung,” ujarnya.
Pembangunan PLTS terapung, kata Jasman, dikhawatirkan juga menghambat aksesibilitas warga di Danau Singkarak. Selama ini, kendati terbagi menjadi 13 nagari, tidak ada batasan di area danau sehingga seakan menjadi milik bersama. PLTS terapung yang akan dibangun ditakutkan membuat akses warga untuk beraktivitas di Danau Singkarak, terutama para nelayan menjadi terbatas.
Sementara itu, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Dahri Iskandar, berpendapat, panel-panel surya di permukaan perairan tidak akan memengaruhi biota yang ada di bawahnya. Terlebih, PLTS terapung tidak akan menutupi keseluruhan permukaan perairan.
”Saya pikir tidak masalah. Panel surya yang terpasang pun, kan, paling berkisar 5-20 persen dari luasan waduk. Sebab, bagaimanapun, penggunaan panel dalam jumlah besar juga akan membutuhkan biaya yang besar,” ujar Dahri.
Transisi energi bersih nasional memang tidak mudah. Kolaborasi membuat Indonesia bisa belajar pada ahlinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor: Ridwal Prima Gozal