kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
NATIVE /

Kesenjangan Kebutuhan dan Pasokan Talenta Digital Hambat Pengembangan


Kamis, 01 Desember 2022 / 10:51 WIB
Kesenjangan Kebutuhan dan Pasokan Talenta Digital Hambat Pengembangan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan teknologi mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan tenaga kerja digital yang sesuai ekspektasi karena kurangnya talenta di industri ini. Hal ini dikhawatirkan bisa menghambat pengembangan potensi ekonomi digital karena minimnya talenta yang mendobrak inovasi dan menjawab perkembangan teknologi.

Hal ini mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Urgensi Pengembangan Talenta untuk Dorong Ekonomi Digital” yang diselenggarakan Lazada dan harian Kompas, Jakarta, Selasa (29/11/2022). Hadir sebagai pembicara dalam acara itu Chief People Officer Lazada Indonesia Evelyn Yonathan, Co Managing Director Girls in Tech Indonesia & CMO Remote Working Skills Academy Lia Sadia, dan Subkoordinator Rekognisi Pembelajaran Lampau dan Pembelajaran Internasional Yulita Priyoningsih.

Evelyn mengatakan, pihaknya seringkali kesulitan mencari sumber daya manusia dengan kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan ekspektasi. Pasokan akan tenaga kerja digital yang berkualitas ini tidak mampu memenuhi kebutuhan yang ada.

Ia mengatakan, sejatinya jumlah calon pekerja yang meminati industri teknologi ini banyak dan melimpah. Namun, kualifikasi dan keterampilan yang dimiliki belum sesuai dengan kebutuhan yang dicari perusahaan.

Untuk mengantisipasi hal itu, Evelyn mengatakan, Lazada Indonesia mulai membuka lowongan kerja dari calon karyawan yang bukan berasal dari industri teknologi ataupun perusahaan e-dagang. Setelah itu, pihaknya akan memberikan pelatihan terus-menerus supaya keterampilan yang dimiliki bisa sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Ia menjelaskan, para pekerja yang berasal dari non-industri teknologi ini cenderung lebih cepat belajar dan haus ilmu. Kemampuan dan keterampilan mereka memang belum menyamai pekerja yang berasal dari industri teknologi. Namun, kemampuan belajar yang kuat itu, lanjut Evelyn, justru membuat mereka lebih cepat menguasai keterampilan yang diperlukan perusahaan. Sebab, keterampilan ini bisa dipelajari.

Hal senada dikemukakan oleh Lia. Ia mengatakan, calon pekerja seperti belum memiliki bayangan keterampilan apa yang harus dimiliki untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan industri teknologi. Di sisi lain, perkembangan teknologi berjalan begitu cepat, calon pekerja pun jadi semakin tertinggal, sehingga kesenjangan ini terus melebar.

”Kami yang sudah jadi pekerja saja masih terus-menerus menempa dan meningkatkan kapasitas serta keterampilan untuk tetap relevan di industri,” ujar Lia.

Calon pekerja seperti belum memiliki bayangan keterampilan apa yang harus dimiliki untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan industri teknologi. Lia mengatakan, keterampilan digital ini ada empat tahap. Keterampilan tahap pertama adalah consumer digital skill, yakni keterampilan menggunakan fitur digital sebagai konsumen. Tahap berikutnya adalah productive skill, yakni keterampilan digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang produktif.

Adapun tahap ketiga adalah developing skill, yaitu keterampilan untuk mengembangkan jaringan atau sistem tertentu, seperti pengodean. Lalu tahap yang paling tinggi adalah e-leadership di mana kemampuan digital digunakan untuk menciptakan perusahaan rintisan.

”Tahapan keterampilan ini perlu terus ditingkatkan pada talenta digital agar bisa memenuhi harapan perusahaan dan industri,” ujar Lia.

Terhambat

Baik Evelyn maupun Lia sepakat, tidak cocoknya pasokan tenaga kerja digital dengan kebutuhan industri ini membuat pengembangan ekonomi digital bisa tersendat. Untuk menghasilkan inovasi dan mengoptimalkan kinerja perusahaan, perlu talenta digital yang berkualitas dan memiliki keterampilan.

Teknologi terus berkembang. Kebutuhan dan kualifikasi talenta pun meningkat. Ketika ini tidak terpenuhi, perkembangannya pun bisa terhambat.

Untuk mengantisipasi ini, Yulita mengatakan, perlu ada komunikasi dan koordinasi terus-menerus antara industri, akademis, dan pemerintah untuk mendiskusikan kebutuhan dan pasokan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Reporter: Native Team
Editor: Indah Sulistyorini

TERBARU

×