kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.174.000   10.000   0,46%
  • USD/IDR 16.725   32,00   0,19%
  • IDX 8.127   1,36   0,02%
  • KOMPAS100 1.130   -0,26   -0,02%
  • LQ45 809   -1,81   -0,22%
  • ISSI 283   0,94   0,33%
  • IDX30 425   -0,23   -0,05%
  • IDXHIDIV20 486   -3,35   -0,69%
  • IDX80 124   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 133   -0,20   -0,15%
  • IDXQ30 134   -0,98   -0,73%

Pemerintah Klarifikasi Polemik Impor BBM Swasta: Bukan Dibatasi, Melainkan Diatur


Rabu, 24 September 2025 / 20:40 WIB
Pemerintah Klarifikasi Polemik Impor BBM Swasta: Bukan Dibatasi, Melainkan Diatur
ILUSTRASI. Kontan - Kementerian ESDM Native Online

KONTAN.CO.ID - Jakarta Polemik impor Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh swasta kembali mencuat setelah muncul isu bahwa Pertamina menjadi pintu tunggal impor minyak. Pemerintah menegaskan, kebijakan ini bukan untuk membatasi, melainkan untuk mengatur mekanisme impor agar tetap terkendali.

Mengacu pada Pasal 12 ayat (2) Perpres Nomor 191 Tahun 2014, setiap badan usaha sebenarnya memiliki hak yang sama untuk melakukan impor minyak. Syaratnya, badan usaha tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta izin dari Kementerian Perdagangan.

“Kalau ada yang melihat kebijakan ini sebagai monopoli, justru saya melihatnya sebagai upaya stabilisasi,” ujar pengamat kebijakan publik sekaligus alumni UI, Imaduddin Hamid, dalam keterangannya. Menurutnya, pemerintah berkepentingan menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi masyarakat dan ketahanan ekonomi nasional.

Minyak bumi bukan sekadar komoditas konsumtif. Indonesia, sebagai negara dengan populasi besar dan net importir, membutuhkan pengaturan yang solid dan presisi dalam konsumsi minyak. Ketergantungan yang terlalu tinggi pada minyak akan membuat Indonesia kehilangan kemandirian dan mengancam kedaulatannya. Apalagi, minyak bumi masih menjadi sumber energi utama nasional, dengan porsi 28,82 persen dari bauran energi nasional pada tahun 2024.

Kelemahan produksi menjadi isu laten yang perlu dijadikan dasar dalam penyusunan kebijakan energi. Selisih antara produksi dan konsumsi yang hampir mencapai 1 juta barel per hari adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Jika impor dibuka terlalu lebar tanpa pengendalian, cadangan devisa akan terkuras dan daya tahan ekonomi menjadi rapuh. Bahkan, menyerahkan sepenuhnya impor minyak pada swasta dapat meningkatkan risiko geopolitik, mulai dari ketegangan antarnegara hingga ancaman keamanan global.

Saat ini, konsumsi minyak Indonesia jauh melampaui produksi domestik, dengan selisih hampir 1 juta barel per hari. Jika impor dilakukan tanpa kendali, risiko yang muncul antara lain defisit neraca perdagangan, terkurasnya cadangan devisa, hingga kerentanan terhadap gejolak geopolitik.

Faktanya, pemerintah sudah memberikan kuota impor kepada badan usaha swasta untuk tahun 2025. Namun, kuota tersebut cepat habis karena tingginya permintaan. Kondisi ini, menurut Imaduddin, seharusnya tidak dijadikan alasan untuk menuding pemerintah atau Pertamina melakukan monopoli.

“Memberikan kepercayaan kepada BUMN energi seperti Pertamina adalah langkah mitigasi agar negara tetap memegang kendali strategis atas komoditas vital seperti minyak bumi,” jelasnya. Ia pun mengajak publik menilai kebijakan pemerintah secara objektif dan tidak terjebak pada narasi populis.

Selanjutnya: Surplus Neraca Dagang RI Diprediksi Menyempit pada September 2025, Ini Penyebabnya

Menarik Dibaca: Lagu Tabola Bale & Stecu-Stecu Masuk Daftar TikTok Songs of The Summer 2025 Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Reporter: Native Team
Editor: Ridwal Prima Gozal

TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

×