KONTAN.CO.ID - Kalimantan Utara (Kaltara) memang berstatus provinsi paling muda di negeri ini. Tapi di provinsi ini, sedang dikembangkan lima Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terbesar di Asia Tenggara yang diprakarsai PT Kayan Hydro Energy (KHE).
“Kaltara memiliki sungai-sungai besar. Gagasan saya, sebelum aliran sungai ke laut, sungai perlu memberikan manfaat multifungsi di sekitarnya, selain manfaat ekologis juga bisa untuk PLTA,” kata Gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie.
Sungai-sungai ini dapat dibendung dan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Kalau lima bendungan di Sungai Kayan semuanya selesai dibangun, PLTA itu siap menyediakan listrik hingga 9.000 Megawatt (MW).
Rencana pembangunan PLTA ini sebenarnya sudah muncul bahkan sebelum pembentukan Provinsi Kaltara. Sekitar tahun 2009, KHE memprakarsai rancangan pengembangan PLTA di Kaltara. Setelah dilakukan berbagai riset dan melalui proses perizinan, PLTA di Kaltara akan dibangun.
PLTA Terbesar
Direktur KHE, Andrew Suryali, menjelaskan pembangunan PLTA memiliki banyak tantangan. Selain lokasi medan yang tidak mudah dijangkau, nilai investasi besar berisiko tinggi. Riset untuk membangun sebuah PLTA juga bertahun-tahun karena melibatkan sejumlah aspek. Selain untuk desain bangunan bendungan, riset juga dilakukan untuk aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Rencananya, KHE akan memulai proses prakonstruksi PLTA pada 2020, setelah dilakukan riset dan proses perizinan beberapa tahun sebelumnya. Proyek PLTA Kayan terbagi menjadi 5 bendungan dalam satu cascade terpadu, dengan target total keseluruhan produksi energi listrik mencapai 9.000 MW menjadikan yang terbesar di Asia Tenggara.
KHE sudah mendapat rating 5A3 dari Dun & Bradstreet dan telah mengikat kerjasama dengan Powerchina International Group, salah satu pengembang PLTA terbesar di dunia. Kurang lebih Rp2 triliun sudah dikucurkan sejak 2011 oleh para pendiri KHE untuk membiayai proyek.
Setiap kewajiban dalam perizinan juga sudah dipenuhi oleh KHE. Kewajiban-kewajiban yang disyaratkan dalam IPPKH telah diselesaikan dengan baik dan sudah diaudit oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Total nilai investasi PLTA Kayan mencapai USD17,8 miliar. Itu belum termasuk pembiayaan infrastruktur dan pengembangan industri.
Direktur Operasional Kayan Hydro Energy (KHE) Khaerony mengatakan, energi listrik dari PLTA ini akan ditujukan untuk kawasan industri yang akan dibangun bersama. Termasuk juga dapat bekerjasama dengan PLN untuk melistriki Provinsi Kaltara. Bahkan kalau diperlukan, ikut mendukung kebutuhan ibu kota negara baru.
“Bila PLTA Kayan ini sudah jadi, energi listrik akan dimanfaatkan untuk pengembangan industri bahan dasar, termasuk juga untuk industri bahan konstruksi untuk bangunan gedung. Negara yang maju umumnya maju dalam industri besi-baja. Oleh karena itu, kita targetkan juga untuk pembangunan industri baja, nikel, flat glass, dan industri lainnya. Nantinya, kawasan industri akan jadi kawasan ekonomi strategis nasional,” papar Khaerony.
Pendukung kawasan ekonomi strategis lainnya adalah pelabuhan untuk menyokong arus distribusi. Idealnya, untuk kawasan industri, pelabuhan dapat menjadi lokasi berlabuhnya kapal-kapal berdaya angkut hingga 400.000 ton (CHINAMAX). Khaerony memperkirakan, untuk pembangunan pelabuhan dibutuhkan waktu paling tidak sekitar 5-7 tahun.
KHE menyadari, dalam rangka menyukseskan pembangunan 5 PLTA di Kaltara, dukungan segenap pihak sangat diperlukan. Selain lampu hijau dari pemerintah pusat dan daerah, dan perizinan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Belajar dari Negeri Tirai Bambu
KHE sudah mempersiapkan segala hal untuk membangun 5 PLTA di Kaltara. Mulai dari riset mendalam terkait kondisi wilayah, ekosistem alam, dan analisis dampak lingkungan. Dilanjutkan dengan desain konstruksi bendungan yang dapat digunakan untuk PLTA berkapasitas besar.
“Sungai Kayan ini memiliki siklus banjir besar tiap 25 tahunan. Kami juga berharap, dengan bendungan PLTA, banjir besar tiap 25 tahunan tidak terjadi lagi karena aliran air menjadi lebih terkendali,” papar Khaerony.
KHE pun sudah menandatangani kontrak Engineering, Procurement, and Construction (EPC) dengan Sinohydro Corporation Limited tanggal 31 Oktober 2018 yang lalu dan telah mulai melakukan pekerjaan awal.
“Membangun PLTA berbeda dengan membangun PLTU. Membangun PLTU, kemungkinan 2 tahun sudah jadi. Akan tetapi, untuk membangun PLTA ini, kami menargetkan tahap pertama 4-5 tahun baru selesai,” kata Khaerony.
China sempat mengalami banjir besar yang melanda sekitar 1 juta orang. Namun, komitmen Pemerintah China dalam membangun bendungan sekaligus PLTA membuat risiko banjir menjadi minim. Sumber energi listrik PLTA perlahan melepaskan ketergantungan China pada penggunaan energi batubara, yang residunya kerap menimbulkan polusi udara.
Bahkan, kini China dikenal sebagai negara yang mulai menerapkan clean energy, dengan pemanfaatan sumber energi dari tenaga surya, tenaga air, dan tenaga uap.
“Kami merasa perlu belajar dari China. Di China, mereka bisa membangun PLTA dengan biaya rendah dan infrastruktur yang tepat, serta disiplin, sehingga proyek-proyek cepat selesai. Hal itu akan kita terapkan di sini,” kata Khaerony.
Tantangan
Namun, rencana pengembangan PLTA sekarang mengalami kendala akibat pandemik virus korona. Demi menjaga kesehatan dan keselamatan para pekerja dari ancaman Covid-19, kegiatan proyek PLTA dibatasi.
Akan ada pekerjaan di lapangan, tapi dengan mengikuti anjuran pemerintah tentang penanganan pandemik. Proses prakonstruksi PLTA di Kaltara akan dilanjutkan dengan menerapkan standar prosedur keamanan yang lebih ketat demi menjaga kesehatan para pekerja.
Meski menghadapi sejumlah tantangan, bila telah dibangun, PLTA ini akan membawa harapan baru di Kaltara. Tidak hanya untuk menjawab kebutuhan listrik masyarakat, tetapi nantinya juga dapat memenuhi kebutuhan energi listrik di kawasan industri yang strategis dan kawasan pelabuhan internasional. Dengan ketersediaan energi listrik hingga 9.000 MW, bukan tidak mungkin bila kelebihan energi ini akan dipasarkan ke wilayah negeri jiran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor: Ridwal Prima Gozal