KONTAN.CO.ID - Pembangkit listrik tenaga surya terapung di Waduk Saguling, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang ditargetkan beroperasi komersial pada 2026, menjadi salah satu proyek pengembangan energi terbarukan penyokong energi bersih nasional. PLTS terapung itu dikembangkan PT PLN Indonesia Power bersama perusahaan pembangkitan listrik asal Arab Saudi, ACWA Power.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Saguling, dengan luas 95 hektar, akan dibangun di permukaan perairan Waduk Saguling. Berkapasitas 95,3 megawatt peak (MWp)/60 MWac, pembangkit itu akan memproduksi listrik 146 gigawatt jam (GWh) per tahun atau setara untuk kebutuhan 66.000 rumah tangga. Pengembangan PLTS terapung itu dimulai 2018 dan pengadaan tahun 2022. Adapun penandatanganan letter of intent (LoI) dilakukan pada Desember 2023.
”Proses saat ini adalah finalisasi dokumen-dokumen untuk penandatanganan perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA),” ujar Manajer Generation Business Development III PLN Indonesia Power (IP) Adi Hirlan Effendi, di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Apabila PPA telah dilaksanakan, pembangunan konstruksi PLTS Terapung Saguling akan didahului proses pendanaan dengan target semua proses finansial dan akunting yang mengarah pada kegiatan tutup buku (financial close) selambatnya pada Maret 2025. Dengan estimasi pengerjaan konstruksi sekitar 15 bulan, operasi komersial ditargetkan pada Juni 2026.
Adi menjelaskan, investasi pembangunan PLTS Terapung Saguling sebesar 75 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,2 triliun. Sebesar 75 persen dari pendanaan proyek akan berasal dari pinjaman internasional dan sisanya dari PLN Indonesia Power (IP) serta ACWA Power. Dibentuk pula perusahaan patungan PT Indo ACWA Tenaga Saguling dengan kepemilikan 51 persen saham oleh IP dan 49 persen ACWA.
Kemitraan seperti IP-ACWA Power menjadi bagian dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Kriteria mitra untuk pengembangan proyek ini, imbuh Adi, ialah perusahaan yang dapat memberikan nilai tambah bagi IP, terutama portofolio pengalaman pengembangan pembangkit listrik sejenis.
”Dengan demikian, dapat memberikan manfaat transfer pengetahuan, baik teknologi maupun proyek, serta memiliki akses pendanaan dengan skema pembiayaan proyek jangka panjang,” lanjut Adi.
Sebelumnya, CEO ACWA Power Marco Arcelli menuturkan, kolaborasi pihaknya dengan PLN ialah perjalanan yang transformatif. Bersama PLN, ACWA akan terus mengembangkan inovasi seraya membaca peluang transisi energi sebagai pertumbuhan ekonomi.
”Kami memecahkan tantangan transisi energi ini bersama-sama. Menciptakan berbagai inovasi baru dan melakukan kolaborasi yang baik untuk masa depan dunia,” ucap Arcelli, dalam keterangannya. Selain PLTS Terapung Saguling, kemitraan IP-ACWA juga terjalin dalam proyek PLTS Terapung Singkarak di Danau Singkarak, Sumatera Barat.
Kemitraan menjadi krusial di tengah menantangnya pengembangan energi terbarukan nasional, termasuk energi surya. Pada pengembangan PLTS terapung misalnya, terdapat sejumlah tantangan seperti tingginya biaya investasi, kompleksitas teknis saat konstruksi serta pemeliharaan, dan regulasi khusus untuk pemanfaatan genangan air pada waduk.
Akan tetapi, pemanfaatan energi surya dengan memanfaatkan permukaan air waduk juga menghadirkan sejumlah manfaat. ”Pertama, tentu, adanya pengurangan emisi karbon. Kemudian, tenaga Matahari yang diolah menjadi produksi listrik juga akan meningkatkan bauran energi terbarukan. Selain itu, pengurangan penguapan air waduk serta penyerapan tenaga kerja lokal,” kata Adi.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Juni 2024, realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik energi terbarukan di Indonesia baru sebesar 13.781 MW atau masih jauh dari total potensi energi terbarukan yang 3,6 juta MW. Saat ini, realisasi pemanfaatan energi terbarukan didominasi hidro (air) sebesar 6.697 MW, bioenergi 3.408 MW, dan panas bumi 2.597 MW.
Di sisi lain, surya sejatinya menjadi jenis energi terbarukan paling potensial lantaran tersebar di seluruh Indonesia dengan total potensi mencapai 3,2 juta MW. Namun, realisasi pemanfaatannya baru 675 MW. Oleh karena itu, pengembangan proyek-proyek energi terbarukan dengan memanfaatkan waduk dan bendungan pun diharapkan turut mendongkrak realisasi pemanfaatan energi surya.
Persiapan
Persiapan pembangunan PLTS Terapung Saguling tampak pada Rabu (17/7/2024). Tiga bulan sebelumnya, puluhan petak Keramba Jaring Apung (KJA) di area calon PLTS terapung diangkut dan digeser di wilayah lainnya. Satu petak berukuran sekitar 7 meter x 7 meter.
KJA menjadi salah satu kendala dalam pengembangan PLTS terapung. Selain memadati permukaan waduk, KJA ini juga berisiko mencemari kualitas air. Sisa pakan ikan, misalnya, akan mengendap di dasar Waduk Saguling dan mempercepat sedimentasi.
Di samping itu, lahan yang sebelumnya ditanami jagung juga disiapkan guna menjadi lokasi pembangunan gardu induk. Gardu induk itu akan mendistribusikan listrik dari panel surya. ”Akan masuk ke jaringan tegangan tinggi 150 kilovolt (kV) sistem Jawa Bali,” ujar Adi. Adapun PT PLN IP Unit Bisnis Pembangkitan Saguling tengah mengurus sejumlah perizinan, seperti analisis dampak lingkungan.
Nantinya, PLTS Terapung Saguling akan bersanding dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling yang telah beroperasi sejak 1986. Selama ini, PLTA dengan kapasitas 4 x 175 MW atau total 700,72 MW tersebut berfungsi sebagai penyangga beban puncak (peak load) untuk sistem koneksi listrik Jawa-Madura-Bali.
Asisten Manajer Operasi PLTA Saguling Ismail Saleh mengemukakan, PLTA tidak akan terganggu dengan kehadiran PLTS Terapung Saguling. Sebab, jaringan kelistrikan PLTA dan PLTS direncanakan berbeda. Justru, katanya, keduanya saling melengkapi dalam memasok listrik kepada konsumen. ”Ini saling mengisi. Kalau musim hujan, PLTA beroperasi maksimal. Kalau musim kemarau, giliran PLTS,” ucap Ismail.
Selama ini, salah satu kendala operasional PLTA adalah ketika curah hujan minim. Sebab, pasokan listrik bergantung pada ketersediaan air di Waduk Saguling. PLTA Saguling dapat beroperasi jika elevasi bendungan mencapai 623 meter-643 meter. Apabila elevasi air waduk kurang dari itu, PLTA tidak dapat berfungsi optimal. Sebaliknya, kemarau akan memaksimalkan operasional PLTS terapung.
Kendati demikian, koordinasi antarpengelola nantinya juga penting. ”Saat konstruksi nanti, seperti penurunan jangkar, membutuhkan level ketinggian air sekian. Ini akan disesuaikan dengan tinggi muka air yang digunakan PLTA,” ujarnya.
Rencana kehadiran PLTS terapung di Waduk Saguling juga menjadi kabar positif bagi sejumlah warga sekitar. Indra Darmawan (52), warga Cihampelas, menganggap listrik sebagai salah satu sumber kehidupan masyarakat. Ia, misalnya, memanfaatkan listrik untuk ternak ayam.
”Kalau ada PLTS terapung, lebih bagus karena sesuai konsep ramah lingkungan. Ini yang juga kami lakukan,” kata Indra, yang sejak 2000 aktif membersihkan sampah dan eceng gondok di Waduk Saguling serta memberdayakan puluhan pemulung setempat, dengan dukungan IP. Di sisi lain, dengan kehadiran PLTS Terapung Saguling, ia pun berharap tarif listrik ke masyarakat juga bisa lebih murah.
259 bendungan
Sebelumnya, PLTS Terapung Cirata, kolaborasi PLN Nusantara Power dengan perusahaan energi terbarukan asal Uni Emirat Arab, Masdar, telah beroperasi komersial pada 2023. Setelah pengoperasian PLTS terapung itu, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi (EBTKE) Kementerian ESDM merinci sedikitnya ada puluhan lokasi lain yang masuk dalam perencanaan pengembangan PLTS terapung, termasuk Saguling.
Pada Juli 2023, terbit Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri PUPR No 27/2015 tentang Bendungan. Apabila sebelumnya penggunaan PLTS terapung dibatasi 5 persen dari total luas badan air, kini tak dibatasi. Namun, penggunaan lebih dari 20 persen memerlukan rekomendasi dari Komisi Keamanan Bendungan.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dalam pemanfaatan area genangan waduk dan bendungan untuk pengembangan PLTS Terapung. Kajian teknis matang pun dilakukan dalam mendukung pengembangan jenis pembangkit itu.
”Saat ini Kementerian ESDM tengah berkoordinasi dengan PLN untuk membuat kajian teknis terkait jumlah kapasitas yang dapat diterima oleh sistem di lokasi 259 bendungan PUPR. Selanjutnya, hasil kajian tersebut rencananya akan digunakan sebagai dasar penyusunan Keputusan Menteri ESDM tentang Kuota PLTS terapung sebagai acuan untuk dikembangkan oleh PLN atau IPP (produsen listrik swasta),” kata Eniya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor: Ridwal Prima Gozal